Halaman

Jumat, 29 Mei 2020

SEBUAH RENUNGAN UNTUK KITA (SERBA-SERBI WARGA)

SEBUAH RENUNGAN UNTUK KITA

 

 

CHATTINGAN INI BERASAL DARI WA GRUP INFO WARGA DARUNGAN, TANPA MENGURANGI SUBSTANSI, BEBERAPA KATA KAMI SESUAIKAN, SEPERTI SINGKATAN-SINGKATAN KAMI RUBAH TIDAK DISINGKAT.

 

POSTINGAN INI TELAH MELALUI PERSETUJUAN YANG BERSANGKUTAN.

 

 

 

WARGA PERTAMA

Pada awalnya grup ini bersifat info

Dan ada beberapa yang bersifat diskusi

Sempat menjadi grup elit namun sempat juga naik turun dari segi faidahnya

Saya pun keluar masuk dari sini bahkan beberapa kali jadi admin.

Sekarang sudah terbiasa dengan postingan-postingan apapun, saya anggap hal-hal yang lewat saja.

 

 

RESPON WARGA KEDUA

Beberapa pertanyaan tentang desa saya tidak punya hak untuk menjawab

Begitupun dengan kritikan atas pribadi saya, namun takutnya ada beberapa yang salah paham

biasa yang namanya grup info warga/masarakat Darungan, yang penting kita jaga kebersamaan kita jangan sampai gara-gara perkataan yang kurang baik di jadikan masalah. kalau cuman bersifat diskusi yaa tidak apa-apa yang penting kebersamaan.

 

 

RESPON WARGA KETIGA

Ini Bukti Betapa Allah Maha Adil

Siapa yang tidak iri dianugerahi wajah cantik bagi perempuan, rupa tampan bagi laki-laki? Apalagi ini zaman media sosial. Betapa orang senang sekali mengunggah foto diri ke banyak media sosial, lalu dikomentari banyak orang: cantik banget, tampan banget! Kita mungkin juga bertanya-tanya, kenapa ada orang yang punya harta banyak, bisa membeli apapun yang ia suka, tiap hari makan enak, disiarkan langsung di media sosial? Tapi di saat yang sama, justru masih banyak juga orang yang untuk makan sehari-hari saja kelimpungan. Di mana letak keadilan Allah?

Ada sepasang istri dan suami, dua-duanya sudah diangkat menjadi PNS, plus sertifikasi, keduanya sudah berangkat haji, rumahnya megah, mobilnya mewah, dan lain sebagainya, pernah tidak di antara kita ada yang menggerutu, lalu membandingkannya dengan kehidupan kita sendiri? Apalagi kalau melihat fenomena rebutan jabatan. Logis sekali jika kemudian banyak orang berebut jabatan, karena apalagi kalau bukan karena gajinya besar? Tak terkecuali orang-orang yang terus mengejar pendidikan tinggi, sampai gelar akdemiknya lengkap dan mentereng. Hampir semuanya diraih dengan berlelah-lelah hanya demi meraih uang yang banyak dan jabatan yang tinggi.

Lalu saya merenung, makanala realitas sosial datar dan monoton seperti itu. Sementara di saat yang sama kehidupan sosial di masyarakat semakin kacau. Kehidupan di kampung atau di Desa yang telah lama dikenal dengan kehidupan yang guyub dan gotong-royong, malah semakin memudar. Putra-putri terbaik Desa sudah gengsi alias tidak mau menjadi petani, menjadi penolong masyarakat Desa, melakukan perubahan sosial di kampungnya. Kalau tidak menjadi orang kota dan berkarir di sana, hidup di kampung pun terjebak dengan kehidupan yang individualistis. Orang-orang pun menjadi acuh, mudah tersinggung dan inginnya dihormati.

Orang-orang kemudian mengejar kesuksesan hidup hanya dengan tolok-ukur demikian, sebagaimana telah diungkapkan. Sungguh menjenuhkan. Makna hidup yang sangat sempit dan rigid. Sistem sosial kehidupan kita menjadi kaku. Memaksa banyak orang terjebak dalam kehidupan yang konsumtif dan hedonis. Para ulama, tokoh masyarakat dan orang-orang terhormat lainnya tak ubahnya dengan orang-orang awam yang tidak paham dengan keilmuan. Sungguh menjenuhkan. Saya meyakini jika ada sesuatu yang tidak beres.

Untungnya Allah Maha Adil. Untungnya kita punya Allah. Sang penguasa alam dan jagat raya ini. Kita masih bisa beribadah dan berdoa. Sehingga dari sinilah kita bisa mengubah tatanan sosial yang sempit dan rigid itu. Bahwa kesuksesan dan keberkahan hidup, tidak melulu dijamin oleh kecantikan dan ketampanan paras. Kesuksesan hidup tidak selalu identik dengan harta dan uang yang banyak. Keberkahan hidup sama sekali tidak identik dengan gelar akademik yang mentereng dan jabatan yang tinggi. Kita harus benar-benar merombak mindset dan carapandang kita soal kesuksesan dan keberkahan hidup.

Maka melalui catatan harian ini saya ingin menegaskan kepada siapapun, untuk terus meluaskan makna syukur kita kepada Allah. Kita tidak perlu minder jika wajah kita tidak secantik dan setampan orang lain. Harta kita belum sebanyak orang lain. Gelar akademiknya tidak sementereng orang lain. Jabatannya tidak setinggi orang lain. Orang yang akan Allah tambahkan nikmatnya adalah orang yang bahagia dengan apa yang sekarang ada. Orang yang terus bersyukur apapun yang Allah berikan. Kita tidak pernah tahu kehidupan nyata dari orang lain. Bisa jadi selama ini kita banyak terpukau dan tertipu oleh topeng.

Orang boleh parasnya cantik dan tampan, tapi kita tidak boleh dengki. Ada seseorang yang tadinya wajahnya cantik, ato tampan, tiba-tiba Allah uji dengan wajahnya yang berubah akibat terjatuh dan atau terbakar. Kepala sedikit dimodif. Ada orang yang kaya raya, tetapi Allah uji dengan hancurnya rumah tangga. Anak istri hilang entah kemana. Ada yg Gajinya sebulan kalau dikalkulasikan antara istri dan suaminya tidak kurang dari 30 juta, tetapi keduanya tidak merasakan ketenangan hidup. Selalu gelisah. Ada juga orang yang gelar akademiknya tinggi, gajinya memang besar, tetapi untuk berbicara di depan publik, menulis buku sulitnya minta ampun. Bahkan tidak ada waktu untuk turut membenahi realitas sosial sekitar yang karut-marut. Selebihnya ada yang Allah uji dengan penyakit kronis, tidak dikasih keturunan, tidak berpenghasilan,  anak yang durhaka, anak belum ada yg lamar, terjebak perilaku korupsi, dan masih banyak lagi.

Saya meyakini inilah bukti betapa Allah Maha Adil. Sementara ada orang-orang yang memilih hidup sederhana, terlepas apakah ia sedang dalam kondisi banyak mampunya sedikit harta. Hidup yang apa adanya. Rumah tidak semewah para konglomerat. Makan asalkan bisa mengganjal lapar. Minum sekadar untuk melepas dahaga. Waktunya beribadah ia utamakan. Bekerja pun disiplin. Bahwa kesuksesan dan keberkahan hidup akan selalu dekat dengan kejujuran, kepedulian, menolong orang lain, membahagiakan orang lain, selain juga terus fokus pada upaya pengabdian dalam melakukan transformasi sosial mulai dari lingkungan sosial terdekat.

Inilah hidup di desa kita, atau bangsa ini om..

Wallaahua'lam